Sosialisasi, Proses Kultural Tanpa Henti

Published by psb_admin on

Jakarta, 29 Juni 2022. By Prudensius Maring, PSBLN. Hari ini, tepat seminggu yang lalu Pusat Studi Budaya Luhur Nusantara (PSBLN) melaksanakan sosialisasi sebagai sebuah kegiatan yang lazim. Sosialisasi dimaknai beragam dan jamak, bisa diterapkan dalam banyak konteks, oleh banyak orang atau pihak, dalam pergaulan keseharian, untuk urusan formal, maupun secara lebih sistematis – akademik. Kali ini karena sosialisasi dilaksanakan sebuah lembaga yang berkomitmen melakukan pembelajaran di bidang kebudayaan maka tajuk kali ini mencoba melihatnya dari sisi kultural.

Tajuk ini bermaksud mengingatkan bahwa kita semua pasti mengalami proses sosialisasi. Keterlibatan kita dalam proses sosialisasi bisa karena kehadiran dan keberadaan kita sebagai diri pribadi, baik secara individu, dalam kelompok, komunitas, dan masyarakat tertentu secara lebih luas. Keterlibatan kita dalam proses sosialisasi juga bisa berlangsung melalui institusi, organisasi, atau lembaga, bahkan dalam bentuk program dan kegiatan tertentu. Mengapa demikian? Karena kita telah berkontribusi dan meleburkan diri melalui pilihan nilai, prinsip, dan cita-cita tertentu ke dalam visi-misi dan tujuan institusi tersebut. Karenanya kita bersedia dan turut melakukan sosialisasi untuk dan atas nama institusi tersebut.

Nuansa dan Konteks

Dalam konteks dan nuansa yang longgar, sering kita dengar kabar/berita: “Program dan kegiatan tertentu ditolak masyarakat karena kurang sosialisasi”. Atau: “Program dan  kegiatan tertentu gagal dilaksanakan karena tidak disosialisasikan”. Sebaliknya, ada juga kabar/berita: “Program dan kegiatan tertentu berhasil dan diterima masyarakat karena telah dilakukan sosialisasi.” Seperti hari-hari ini masih terdengar beberapa warga Jakarta menolak dan protes terhadap perubahan nama jalan karena tidak “disosialisasikan” sebelumnya oleh pemerintah. Dalam konteks seperti ini, terlihat bahwa pemaknaan dan penggunaan sosialisasi dilekatkan pada “sesuatu yang baru” dan karena kebaruannya itu maka harus  dilakukan sosialisasi

Dalam konteks dan nuansa lain, sosialisasi kerap digunakan untuk menjelaskan hubungan atau interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi disepadankan dengan banyak sebutan, antara lain seperti: cara membawa diri, cara bergaul, pelibatan diri, dan interaksi dalam kehidupan masyarakat. Hal-hal demikian harus dilakukan supaya kita bisa mengenal dan memahami orang lain dan sebaliknya orang lain bisa mengenal dan memahami kita. Cara-cara yang bisa dilakukan cukup sederhana, antara lain seperti: menyapa tetangga, ngobrol, berbaur, ikut kerja bakti, atau terlibat dalam gotong-royong mengatasi masalah di lingkungan. Pemaknaan dan penerapan sosialisasi dalam konteks ini secara lebih jauh/mendalam biasa dibahas dalam isu/tema sosial budaya.

Dalam sudut pandang kebudayaan, mekanisme sosialisasi selalu berhimpitan dan bekerja secara bersamaan dengan mekanisme yang biasa disebut internalisasi. Kedua mekanisme tersebut bisa dibahas secara terpisah atau bisa dibedakan dalam diskursus pengetahuan, namun dalam praktik senyatanya internalisasi dan sosialisasi berlangsung secara simultan, bahkan tidak bisa dipisahkan. Keduanya bisa saling memicu, ada proses sosialisasi pasti terjadi pula internalisasi atau sebaliknya. Misalnya, proses internalisasi kadang bisa sebagai pembuka yang diikuti proses sosialisasi, atau bisa berlaku sebaliknya.

Internalisasi dan sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia – sejak lahir sampai akhir hayat, dari lingkungan terkecil seperti keluarga hingga dalam satuan sosial lebih luas seperti komunitas dan masyarakat. Setiap orang sejak lahir selalu mengalami berbagai hal dengan cara mendengar, melihat, merasakan, dan mengalami hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Ketika seseorang menarik pembelajaran (lessons learnt, nilai) dari pengalaman di sekitarnya ke dalam dirinya dan membuka/membiarkan dirinya dipengaruhi atau dibentuk oleh hal-hal yang datang dari luar tersebut maka ia sebetulnya sedang mengalami proses internalisasi – di situ internalisasi mulai terjadi.

Seseorang yang sedang mengalami proses internalisasi pada saat bersamaan juga sebetulnya sedang  terlibat dalam proses sosialisasi. Hal-hal itu terjadi melalui dorongan untuk “keluar dari dirinya” untuk memperkenalkan diri, memberi pesan/kesan, memberi pengaruh, memberi warna kepada orang lain atau dunia di luar dirinya. Ketika seseorang dipengaruhi dorongan untuk “keluar dari dirinya”  maka ia sebetulnya sedang mengalami proses sosialisasi. Proses internalisasi dan sosialisasi sedemikian kompleks, berhimpitan, bahkan berlangsung bersamaan. Ketika seseorang melakukan proses sosialisasi, pada saat bersamaan ia juga menjalankan internalisasi karena  ia akan menarik sesuatu (lessons learnt, nilai) dari orang lain atau dari dunia di luarnya untuk memperbaiki dirinya.

Proses internalisasi dan sosialisasi selalu melibatkan perasaan, hasrat, keinginan, dan emosi tertentu. Pengalaman berhubungan dengan orang lain tersebut makin lama makin kompleks.  Ada pengalaman interaksi dengan orang lain yang sejalan dengan perasaan, hasrat, keinginan, dan emosi kita, tetapi ada juga yang bertentangan dan menimbulkan konstraksi dalam diri kita. Keselarasan, pertentangan, dan konstraksi yang kita alami dengan orang lain tersebut terus membantu kita mengolah perasaan, hasrat, keinginan, dan emosi kita yang pada akhirnya terbentuklah kepribadian yang dewasa/matang pada setiap orang yang mengalaminya.

Pada akhirnya, proses internalisasi dan sosialisasi yang kompleks tersebut bisa mengantarkan seseorang mencapai kompetensi tertentu untuk bisa hidup, tumbuh, berbaur, dan berkembang dalam area kebudayaan tertentu. Proses demikian disebut sebagai pembudayaan (enkulturasi) yaitu sebuah proses institusionalisasi, proses belajar, adaptasi alam pikiran, sikap dan perilaku seseorang terhadap kebudayaan yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat.

Sosialisasi Sambil Menyerap Nilai

Upaya kami mengangkat tajuk budaya ini memang dikaitkan dengan peristiwa sosialisasi yang dialami PSBLN minggu lalu. Tapi niat kami tentu bukan untuk melaporkan peristiwa yang terjadi. Kami berusaha melihat bahwa sosialisasi sebagai mekanisme sentral dalam pembentukan kepribadian dan kebudayaan tidak hanya dialami manusia sebagai pribadi-individu, tetapi juga terjadi pada lembaga, organisasi, dan institusi tertentu. Setiap pribadi dan setiap institusi sebagaimana terekspresi dari apa yang dimiliki tidak luput dari proses sosialisasi dan internalisasi yang dialami. Corak kepribadian dan kebudayaan yang melekat pada orang dan institusi tertentu adalah hasil proses internalisasi dan sosialisasi yang berlangsung dari waktu ke waktu.

Berbagai bentuk dan wujud institusi, termasuk PSBLN, tidak luput dari proses internalisasi dan sosialisasi untuk menghasilkan karakter pembudayaan tertentu. Kami melihat bahwa PSBLN adalah hasil dari proses internalisasi nilai-nilai luhur (nilai Kebudiluhuran: sabar mensyukuri,  cinta kasih, rendah hati, suka menolong sesama, kerjasama, jujur, tanggung jawab, toleransi, dan sopan santun) yang dianggap baik dan benar. Nilai-nilai yang bersumber dari refleksi pengalaman dan perjuangan Pendiri Yayasan dan Ketua Badan Pengurus Yayasan Budi Luhur Cakti, Rektor dan Pimpinan Universitas, para sesepuh, dan kontribusi segenap civitas akademika Universitas Budi Luhur. Nilai-nilai dari sumber refleksi tersebut ditautkan dengan realitas masalah dalam  kehidupan masyarakat secara luas sehingga melahirkan cita-cita melakukan perubahan bersama masyarakat.

Hal-hal tersebut telah diintegrasikan dalam visi-misi, pendekatan, dan pilihan program, yaitu: Mengembangkan budaya luhur Nusantara melalui riset aksi partisipatif, mendukung proses pendidikan dan pengabdian masyarakat berbasis budaya luhur, dan mengelola knowledge-based system budaya luhur Nusantara. Keseluruhan visi-misi PSBLN tersebut disosialisasikan agar memperoleh dukungan dan penguatan. Seperti dinyatakan Kasih Hanggoro, MBA, selaku  Ketua BPH Yayasan Budi Luhur Cakti: “PSBLN perlu melestarikan filosofi kebudiluhuran dan mengangkat kearifan lokal etnis Nusantara”.  Hal serupa dinyatakan Dr. Ir. Wendi Usino, M.Sc, MM, selaku Rektor Universitas Budi Luhur: “PSBLN perlu mengemas budaya nusantara dan kearifan lokal sesuai era saat ini agar generasi milenial dan generasi Z dapat memahami makna budaya Nusantara dengan sederhana”.

Kami optimis bahwa hal serupa tentu saja sedang dialami dan dilakukan oleh berbagai institusi, lembaga, dan organisasi lain sesuai konteks ruang dan waktu yang sedang dihadapinya. Sosialisasi dan internalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia – sejak lahir sampai akhir hayat. Menurut kami, proses serupa harus dialami dan dilakukan berbagai institusi (lembaga, organisasi) sebagai bagian dari proses internalisasi dan sosialisasi untuk terus mengkontekstualisasi nilai, norma, kebiasaan, cita-cita, dan pendefinisian tujuan dan peran. Melalui proses sosialisasi, berbagai institusi selain membawa diri keluar untuk memperkenalkan diri juga sekaligus memperoleh kesempatan menyerap dan menginternalisasi nilai-nilai baru dari hasil bersentuhan dengan pihak lain,

Kami menyadari bahwa proses sosialisasi dan internalisasi PSBLN harus terus berlangsung. Untuk mewujudkan itu kami mohon dukungan dan kerjasama dari banyak pihak, seperti tecermin dalam pantun ini: / Jalan-jalan ke Ciledug Raya / Jangan lupa mampir di Budi Luhur, di sana ada aneka taman, kelas, laboratorium, dan kantin penuh canda tawa bersama / Hari-hari kita pasti tidak luput dari kesibukan dan rutinitas berlipat ganda / Tapi jangan lupa mampir dan mendukung PSBLN melalui kerjasama /. Salam budaya luhur Nusantara. (Prudensius Maring: Pusat Studi Budaya Luhur Nusantara, Universitas Budi Luhur).

Categories: Tajuk Budaya

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *